Penguatan Jejaring Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2021
Rabu/27/10/2021 The Hill Resto. Purwokerto
Pengacara Purwokerto co id.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyebutkan bahwa :
“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
Komnas Perempuan mencatat telah terjadi 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode Januari-Juli 2021. Angka tersebut melampaui catatan tahunan pada tahun 2020 yang tercatat 2.400 kasus. Hanya dalam enam bulan pada 2021, kasus sudah melebihi total kasus tahun sebelumnya. Komnas Perempuan mencatat terdapat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2020. Jumlah kekerasan terhadap perempuan mencapai angka 892 (sampai dengan 2020). 63 % dari total pengaduan. Kasus kekerasan diranah daring mencatat angka yang semakin meningkat. Ini menunjukan perempuan semakin rentan di masa pandemi Covid-19. Laporan mayoritas masuk di bulan kedua kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berjalan di sejumlah daerah Indonesia. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) / ranah personal paling banyak masuk mencapai angka 69% merupakan kekerasan psikis. Hal ini terjadi karena PSBB dan terjadi penurunan tingkat ekonomi atau penghasilan sehingga membuat ketegangan dalam hubungan suami istri, sedangkan dalam ranah komunitas mencapai angka 30%.
Tahun 2020 angka kekerasan terhadap perempuan mengalami penurunan sekitar 31,5% dari tahun sebelumnya. Yang penting menjadi menjadi catatan adalah, penurunan jumlah kasus pada tahun 2020 (299.911 kasus terdiri dari 291.677 kasus di Pengadilan Agama dan 8.234 kasus berasal dari data kuesioner Lembaga pengada layanan) daripada tahun sebelumnya (431.471 kasus – 416.752 kasus di Pengadilan Agama dan 14.719 data kuesioner), bukan berarti jumlah kasus menurun. Sejalan dengan hasil survei dinamika Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) di masa pandemik penurunan jumlah kasus dikarenakan faktor-faktor sebagai berikut :
- Korban dekat dengan pelaku selama masa pandemik (PSBB)
- Korban cenderung mengadu pada keluarga atau diam.
- Persoalan literasi teknologi.
- Model layanan pengaduan yang belum siap dengan kondisi pandemi (belum beradaptasi merubah pengaduan menjadi online).
Layanan pengaduan yang belum siap disini sebagai contoh karena pandemik, Pengadilan Agama membatasi layanannya dan proses persidangan (hal ini menyebabkan angka perceraian turun 125.075 kasus dari tahun lalu). Selain itu, turunnya jumlah pengembalian kuesioner hampir 100 persen dari tahun sebelumnya. Dengan demikian jika pengadilan agama kembali memberikan layanan seperti biasa serta pengembalian kuesioner sama dengan tahun sebelumnya dipastikan angka kasus meningkat. Jika dihitung rata-rata, pada tahun 2019 setiap lembaga ada 61 kasus, sedangkan pada tahun 2020 meningkat menjadi 68 kasus di setiap lembaga. Dengan demikian ika pengembalian kuesioner sama dengan tahun sebelumnya maka ada peningkatan 10 persen atau setara dengan 1700 an kasus.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) maupun Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) dipengaruhi juga dengan munculnya Trend Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Contohnya mendapatkan pesan gambar penis. Hal ini membuat semakin sempitnya kesempatan perempuan untuk hidup aman dan nyaman. Jenis kekerasan seksual dalam rumah tangga / ranah personal diantaranya :
- Ancaman penyebaran foto atau video porno
- Pengambilan foto atau video porno non konsesual
- Diminta mengirimkan foto atau video porno
- Pelecehan seksual
- Pemaksaan aborsi
- Pemerkosaan dalam perkawinan
- Inses
Penanganan persoalan kekerasan terhadap perempuan merupakan tanggung jawab bersama. Sejak tahun 1984, Indonesia sebetulnya sudah meratifikasi CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women), konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Kemudian berbagai peraturan perundang-undangan lain juga ada sebagai bentuk komitmen politik pemerintah Indonesia terhadap perempuan. Terkait dengan masih maraknya kasus kekerasan maupun pelecehan terhadap perempuan, kekerasaan tidak bisa dilepaskan dari ideologi gender yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia yang memegang budaya patriarki, yakni budaya yang menganggap perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Anggapan-anggapan semacam itu maupun nilai-nilai yang masih berlangsung di dalam masyarakat, antara lain konsep “kanca wingking” (teman belakang, red.), perempuan sebagai objek, perempuan harus patuh terhadap laki-laki, dan perempuan tidak cocok sebagai pemimpin. Atas alasan tersebut, desakan terhadap Pemerintah dan DPR untuk mengembalikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) ke Program Legislasi Nasional. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dianggap akan menjadi regulasi bagi perlindungan perempuan di ranah komunitas.
Data Penanganan Kasus UPTD PPA DPPKBP3A Kabupaten Banyumas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Kekerasan Terhadap Perempuan (KTA) dari tahun 2020 ke 2021.
Dari data tersebut diatas, dapat kita ketahui bahwa angka Kekerasan Dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kabupaten Banyumas dari tahun 2020 ke 2021 mengalami peningkatan dimana pada tahun 2020 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilaporkan sebanyak 19 kasus, kemudian pada tahun 2021 mengalami peningkatan sebanyak 10 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi 29 kasus. Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) di Kabupaten Banyumas juga mengalami peningkatan dari tahun 2020 ke 2021. Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) yang terjadi pada tahun 2020 dilaporkan sebanyak 7 kasus dan pada tahun 2021 mengalami peningkatan menjadi 8 kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP). Dan dari data tersebut diatas kita juga dapat mengetahui jika Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) di Kabupaten Banyumas paling tinggi terjadi pada tahun 2019 dimana pada tahun tersebut terdapat 37 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi dan sebanyak 8 kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP).
Untuk mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan, Pemerintah Kabupaten Banyumas membentuk UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak) Kelas A dengan mendasarkan pada Peraturan Bupati Banyumas Nomor 93 Tahun 2020 Tentang Pembentukan Kedudukan Susunan Oganisasi Tugas Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Banyumas. UPTD PPA ini dibentuk sebagai solusi untuk menghadapi persoalan-parsoalan sebagai berikut :
- Kesulitan penyitas untuk mengadukan permasalahannya kemana dan kepada siapa yang harus dihubungi.
- Adanya saling lempar kewenangan (duduk bersama ada sinronisasi)
- Pengelolan fungsi pendamping (realita hanya sebagai pengantar saja)
- Adanya bedah kasus sebelum pendampingan dilakukan
- Pembekalan untuk UPTD (bagi yang memiliki latar belakang bukan hukum)
- Format hasil mediasi yang berupa berita acara (tidak mempunyai kekuatan mengikat).
UPTD PPA dibentuk dengan prinsip untuk memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap perempuan dalam pemenuhan hak-haknya merupakan amanat dari UU sehingga menjadi hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintah. UPTD PPA sediri memiliki tugas untuk memberikan layanan seperti pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi para pihak, dan pendampingan korban.
Penanganan persoalan kekerasan terhadap perempuan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dengan pemerintah. Oleh karenanya, perlu adanya penanganan melalui regulasi peraturan perundang-undangan, penyedian layanan korban, koordinasi, monitoring dan evaluasi. Kemudian melakukan pencegahan, penguatan kelembagaan, sinkronisasi kebijakan kementerian dan lembaga. Disamping itu, diperlukan penegakan hukum, sistem pencatatan dan pelaporan pemberdayaan, serta pengembangan model. Dengan adanya kerja sama yang baik antara masyarakat dan pemerintah maka akan menekan angka kekerasan terhadap perempuan.
Kantor Firma Hukum Junianto SH MKn – Pengacara Purwokerto.co.id menerima konsultasi masalah rumah tangga, dan membantu memberikan solusi hukum terbaik bagi Anda.
Kunjungi Kami di www.pengacarapurwokerto.co.id baca berita lainnya
https://pengacarapurwokerto.co.id/hak-hak-perempuan-setelah-perceraian/
Konsultasi masalah hukum dan solusi permasalahan untuk wilayah Purbalingga,kunjungi https://pengacarapurbalingga.com/ lebih dekat dengan kami. Klik widget konsultasi di sebelah kanan bawah.
Konsultasi masalah hukum dan solusi permasalahan untuk wilayah Banyumas,kunjungi https://www.pengacarabanyumas.com/ lebih dekat dengan kami konsultasi online klik widget
Selalu terhubung dengan pengacara pribadi anda melalui media sosial
Facebook : https://facebook.com/pengacarabanyumas
Linkdeln : https://www.linkedin.com/in/pengacara-purwokerto-951977211
Instagram : https://www.instagram.com/pengacarabanyumas/
Aboutme : https://about.me/pengacarabanyumas